Sunday, August 19, 2012

Menata Gerak Dakwah di Kecamatan Minggir

[dinamikadakwah] Sejarah dakwah di Kecamatan Minggir diwarnai dengan berbagai gejolak yang banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor luar. Pada tahun 1970-an sempat terjadi konversi agama secara besar-besaran seiring gencarnya program kristenisasi. Pada saat itu Minggir mengalami paceklik berkepanjangan sehingga sebagian besar penduduk yang mengandalkan hasil pertanian otomatis mengalami kekurangan pangan. Situasi semacam ini menjadi peluang bagi orang-orang non-muslim untuk menarik simpati dengan jalan membagikan uang, makanan dan pakaian.

Potensi jamaah yang begitu besar butuh dakwah yang tertata dan serius

Bantuan tersebut berasal dari Belanda yang didatangkan atas prakarsa Romo Tack. Langkah yang disusun secara rapi dan sistematis itu pun terus berlanjut. Orang-orang yang telah murtad kemudian dikumpulkan sebulan sekali untuk melakukan misa bersama. Bantuan semacam itu secara rutin diberikan dan bagi mereka yang berhasil memurtadkan orang Islam akan diberi tambahan.

Komposisi jumlah umat beragama mengalami perubahan mencolok. Sebelum adanya permurtadan diperkirakan jumlah umat Islam mencapai 95%, jumlah itu kemudian merosot menjadi sekitar 67%. Hal tersebut menimbulkan kesadaran sebagian umat Islam, termasuk Muhammadiyah untuk lebih serius menata gerakan dakwah di Minggir. (lihat di situs perpustakaan digital UIN Sunan Kalijaga)

Menurut data dari KUA Kecamatan Minggir per Januari 2007, dari 35.136 penduduk komposisi umat beragama di Minggir yakni, Islam sebanyak 26.082, Katholik 8.689, Kristen 769, Buda 4, dan Hindu 2. Sedangkan jumlah tempat ibadah yakni, Masjid 85, Musala 45, Langgar 14, Gereja 5, Kapel 1. Jumlah tersebut dapat dipastikan telah mengalami perubahan

Gerak Muhammadiyah di Kecamatan Minggir telah tumbuh menjadi ormas yang sangat berperan dalam dakwah Islam. Muhammadiyah telah memiliki lima ranting yang tersebar di setiap kalurahan. Lengkap dengan kepengurusan ortom (organisasi otonomnya) yakni, ‘Aisyiah, Pemuda Muhammadiyah dan Nasyiatul ‘Aisyiah.

Secara organisatoris Muhammadiyah Cabang Minggir resmi diakui pada tahun 1963 yakni dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah No. 1686/A tertanggal 23 Dzulhijjah 1382 H atau bertepatan dengan 17 Mei 1963. Sejak saat itu Muhammadiyah tersu bergerak, utamanya dalam menjaga ketahanan aqidah umat Islam dari rongrongan paham komunis yang disebarkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Kondisi semacam itu ditanggapi secara serius oleh Muhammadiyah dan menjalin kerjasama dengan Masyumi.

Saat ini Muhammadiyah Cabang Minggir memiliki amal usaha berupa sekolah-sekolah dari TK hingga SMA/SMK dengan rincian: 10 TK ABA, 8 SD, 2 SMP dan 1 SMA/SMK. Serta satu amal usaha baru berupa Kolam Renang ‘Tirta Edukasia’.

Dari segi jumlah keanggotaan secara pasti tidak ada data yang bisa menjadi rujukan. Bila melihat jumlah pencari nomor baku Muhammadiyah (NBM) sampai tahun 2006 tercatat sebanyak 1.305 orang. Tetapi hal itu tidak bisa menjadi patokan karena banyak di antara mereka mencri NBM semata untuk persyaratan mencari kerja. Sebaliknya banyak dari aktivis Muhammadiyah yang enggan mencari NBM. Jumlahnya mungkin mencapai ribuan. Itu semua menjadi modal luar biasa untuk menggerakkan dakwah di Minggir.

Saatnya Menata Gerak Dakwah

Sudah saatnya gerak dakwah di Minggir lebih ditata lagi agar bisa mencapai hasil maksimal. Banyak faktor yang selama ini nampaknya banyak dilupakan oleh para aktivis dakwah sehingga gerakan dakwah yang ada, meskipun banyak dan intens tetapi pencapainnya kurang efektif. Saat ini berbagai lembaga/organisasi dakwah terus berupaya bergerak melakukan dakwah Islam, amar ma’ruf nahi munkar. Sebut saja misalnya, Muhammadiyah (‘Aisyiah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul ‘Aisyiah), Nahdhatul ‘Ulama (Muslimat, Anshar, Fatayat), P2A, Badko TPA, Badan Kesejahteraan Masjid (BKM), Forum Kajian Sabilul Muhtadin (FKSM), Remaja Masjid, dan organisasi dakwah lainnya.

Realitas yang ada menunjukkan mereka cenderung bergerak sendiri-sendiri dan terpisah. Sehingga terkadang menimbulkan beberapa problem yang semestinya bisa diminimalisir. Seperti, penumpukan program kerja, pelaksanaan kegiatan yang bersamaan (tidak terkoordinasi), sampai dengan penggarapan obyek dakwah yang sama. Padahal jika ada pembagian tugas dan tanggung jawab, tentu hasilnya akan lebih baik dan bisa menghemat energi serta pendanaan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membuat gerak di Minggir lebih tertata:

Pertama, membuat peta dakwah. Tidak adanya peta dakwah yang jelas dan kurang pahamnya aktivis dakwah dengan medan perjuangan yang dihadapi tentu menimbulkan hambatan. Ibarat orang berjalan mereka tidak mengetahui seperti apa jalan yang akan dilalui. Sehingga sulit menentukan arah gerakan, skala prioritas, dan mempersiapkan ‘perbekalan’.

Perlu diketahui, menurut data 2006, Kecamatan Minggir memiliki luas 27.270 Ha, terbagi menjadi 5 kalurahan dan 68 dusun. Dengan jumlah tempat ibadah, Sendangagung (20 Masjid, 10 Musala, 2 Langgar, dan 3 Gereja), Sendangarum (11 Masjid dan 1 Kapel), Sendangmulyo (19 Masjid, 10 Musala, 9 Langgar, dan 1 Gereja), Sendangrejo (19 Masjid dan 17 Musala), dan Sendangsari (16 Masjid, 9 Musala, 3 Langgar dan 1 Gereja). (dok. 2007)

Kedua, Menentukan tujuan dakwah yang jelas. Menentukan tujuan sangat penting agar dakwah yang dilakukan tidak sekedar ‘wathon mlaku’ tanpa adanya target yang ingin dicapai. Padahal gerak dakwah amatlah luas dan rasanya sulit jika semuanya harus dicapai dalam sekali tempo. Perlu dibuat tujuan yang jelas agar memudahkan dalam membuat tahapan dakwah dan evaluasi untuk mengukur proses dakwah yang dilakukan berhasil atau belum.

Ketiga, Mencari sumber dana yang kontinyu. Salah satu pilar penopang kegiatan dakwah adalah tersedianya dana yang cukup. Untuk itu perlu digagas adanya sumber dana yang dapat diandalkan secara rutin guna membiayai kegiatan dakwah. Potensi yang ada sebetulnya cukup luar biasa. Dengan jumlah umat Islam lebih dari 26 ribu, misal saja setiap orang diharuskan membayar infak Rp 1000, setiap bulan maka dana yang terkumpul akan mencapai 26 juta!

Dalam hal ini Badan ‘Amil Zakat (BAZ) tingkat kecamatan yang telah lama terbentuk semestinya bisa berperan aktif berusaha mengupayakan agar umat Islam memiliki kesadaran untuk berzakat, infak dan shadaqah demi mendukung gerakan dakwah di Kecamatan Minggir.

“Demi (rombongan) yang bershaf-shaf dengan sebenar-benarnya. dan demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan maksiat), dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran, Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa.” (Ash Shaafaat [37] : 1-4)

Sebagai penutup, marilah kita berupaya mengefektifkan gerak dakwah di Kecamatan Minggir. Gerak dakwah yang bukan sekedar gerak. Namun gerak yang tertata. Karena seperti nasihat khalifah ‘Ali bin Abi Thalib, kemunkaran yang terorganisir dapat mengalahkan kebaikan yang tidak tertata.

Wallahu a’lam bi shawwab

Sumber: http://buletin-alfajr.blogspot.com

0 comments:

Post a Comment